Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.



 
IndeksIndeks  PortalPortal  GalleryGallery  Latest imagesLatest images  PencarianPencarian  PendaftaranPendaftaran  LoginLogin  

 

 Senandung Puisi Mimpi

Go down 
PengirimMessage
Admin
Admin



Jumlah posting : 278
Join date : 25.04.08

Senandung Puisi Mimpi Empty
PostSubyek: Senandung Puisi Mimpi   Senandung Puisi Mimpi EmptySat Apr 26, 2008 11:47 am

Senandung Puisi Mimpi

Senandung Puisi Mimpi Cerpen10

Oleh: Reni Syahbanda P
Aku terbangun dari tidurku. Ya, aku tertidur karena kecapekan mengerjakan tugas tadi sore. Lebih tepatnya, terbangun dari mimpiku. Mimpi indah, memang. Tapi apa iya aku merasakan mimpiku tadi itu memang indah? Duduk berdua di taman tempat kami biasa bertemu. Damar menatapku dengan begitu lembut. Tak lama kemudian terlantun puisi cinta dari bibirnya.

Aduh... Kenapa aku merasa bahwa mimpiku itu seperti cerita sinetron yang biasa dikonsumsi mamiku? Kenapa pula harus Damar yang ada di mimpiku? Aku menggaruk-garuk kepala. Aku tak tahu. Kenapa akhir-akhir ini sering memikirkan Damar? Aku tidak sengaja memikirkan Damar. Entahlah. Yang jelas, dia selalu saja muncul dalam benakku.

Aku memang selalu merasa senang jika dekat dengannya. Tawa dan senyuman seolah tak pernah absen dariku. Tapi, bisa saja itu semua karena kelakuan Damar yang aneh-aneh. Damar kan orangnya lucu.

Segala tingkah dan ide konyolnya selalu membuatku tersenyum. Bahkan tertawa terpingkal-pingkal. Aku juga merasa nyaman saat bersamanya, seperti selimut yang menghangatkan ketika aku kedinginan.

Lucunya, jantungku selalu berdegup kencang dan rasanya ada sekat yang menghalangiku untuk berbicara banyak dengannya!

Jangan-jangan, aku suka sama Damar? Nggak! Nggak mungkin aku bisa suka sama dia! Tapi kalo suka emangnya kenapa? Nggak ada salahnya kan? Aku berceloteh sendiri.

Tiba-tiba, lagu Galau milik Titi DJ mengalun indah dari ponselku. Nama Damar tertera di layar hp. Aku kaget, tapi jujur, rasa senang dan gugup lebih mendominasi hatiku.

"Halo, ada apa, Mar?" ujarku selembut mungkin. Kucoba menutupi rasa gugup dan senangku yang masih saja melekat

"Halo, Ri. Mm.. Bisa ketemuan nggak sekarang?"
"Sekarang ya? Oh, bisa ...bisa kok,"
"Ya udah. Aku tunggu di taman biasanya, ya!"

Fiuh… Aku mengatur nafas yang daritadi tak karu-karuan. Tak bisa kupungkiri, saat ini aku merasa senang sekali. Aduh, kira-kira Damar mau ngomong apa ya? Jangan-jangan mimpiku tadi jadi kenyataan? lh, ge-er banget, sih. Ya nggak mungkinlah. Selama ini, Damar suka sama Silla. Aku yakin kalau sampai detik ini Damar masih suka sama sahabatku itu. Tak mungkin Damar berpaling ke lain hati. Apalagi hati itu aku.

"Udahlah Ri...mimpi kan cuma bunganya tidur. Paling-paling Damar mau ngomongin tentang Silla lagi."

Ada sakit di hati ketika aku mencoba meyakinkan diriku saat itu. Rasa sakit yang selalu menerpaku kala Damar menceritakan Silla. Rasa sakit yang cepat sekali menjalar di sekujur tubuh sampai kadang aku merasakan tak bernyawa lagi.

***

Kudapati Damar tengah duduk menungguku. Wajahnya terlihat tegang seperti takut akan sesuatu. Berulang kali dia menghirup besar udara di sekelilingnya. Keringat dingin memenuhi tangan dan wajahnya. Aneh memang. Aku tak pernah mendapati Damar dalam keadaan seperti ini sebelumnya. Dia selalu santai bahkan terkesan cuek. Tapi, hari ini dia terlihat tampan sekali. Bukan hari ini saja, tapi hari-hari sebelumnya juga. Aduh Riri....mulai lagi deh mikir aneh-aneh. Setelah cukup menghirup udara untuk menenangkan hati dan pikiranku, aku berjalan santai ke arah Damar.

"Hai, Mar!"
"Oh hai!" Damar menjawab sapaanku dan mempersilahkan aku untuk duduk di sampingnya. Ini yang sering membuatku salah tingkah. Tatapan lembut dan nyaman ala Damar.

Aduuh...dia memang begitu tampan. Sinar matanya begitu indah. Andai saja sinar itu untukku. Andai saja dia tahu resah yang selama ini bersemayam diam di hatiku. Andai di benaknya selalu ada diriku, bukan Silla atau siapapun. Andai saja dia tahu rinduku itu selalu untuknya, untuk namanya. Bukan untuk nama yang lain...

"Kamu tadi nyuruh aku kesini bukan cuman untuk menikmati suasana taman ini kan?" Aku mencoba mencairkan suasana yang sejenak beku karena kebisuan yang mendera diriku. Sepertinya Damar juga merasakan hal yang sama.

"Ya nggak... Aku cuman pengin ngobrol aja sama kamu. Sumpek di rumah. Kamu nggak lagi sibuk kan?"

"Oh nggak. Malem ini aku nggak ada acara kok. Ngobrol sampai besok juga nggak papa" Aku tersenyum manis. Damar pun menyambut senyumanku dengan senyumannya yang aduh ... benar-benar membuatku meleleh. Entahlah, tapi aku selalu menyukai senyuman itu.

Sejenak kemudian, kami sudah bercerita tentang banyak hal. Yang tak kumengerti, dari sekian banyak obrolan, Damar sama sekali tak menyinggung tentang Silla. Aneh. Biasanya, Damar paling semangat kalau membicarakan Silla. Aku tak tahu. Saat ini, aku merasa Damar begitu lain. Seperti Damar yang tak pernah sama sekali menuliskan pena cinta untuk Silla di hatinya. Apa ini semua karena rasa sakit yang selalu ada di hatinya? Rasa sakit atas penolakan Silla padanya? Fiuh, aku tak tahu.

"Makasih ya udah nemenin aku"
"Lho, nggak jadi sampe besok nih?"

"Penginnya sih gitu, Ri. Tapi asal kamu tahu aja, dari tadi pagi aku belum mandi! Kan nggak lucu gitu kalo tiba-tiba kamu pingsan gara-gara aku bau, ya kan?" Damar tertawa iseng.

Setelah itu Damar mengantarku pulang. Sebelum aku masuk rumah, Damar memberiku kotak coklat dengan pita di atasnya. Katanya sih itu hadiah karena aku sudah mau menemaninya.

Di kamar, aku segera membukanya. Sebuah kalung berlafadzkan Allah. Lalu kubaca sepucuk surat yang ada didasar kotak itu.

Kuselipkan bintang-bintang di angkasa
Untuk menerangi hatimu yang tengah mengalami malam
Kuukir sejuta senyumanku
Untuk sekadar memberi semangat di tengah suramnya wajah cantikmu
Kurentangkan kedua lenganku dengan lebar
Untuk menampung segala kegalauan yang menyiksa kalbumu
Kueratkan pelukanku
Untuk menghapus tangisan yang mengeringkan sinar matamu
Kuulurkan tanganku
Untuk menarikmu dari jurang keputusasaan
Kupetikkan gitar-gitar cinta
Untuk mengiringi kebahagiaan yang tengah menyelimuti langkah-langkahmu Kupahatkan pena cinta dihatiku
Untuk menghilangkan dahaga hatimu yang merindukan cinta
Kukerahkan bala tentara cinta yang selama ini bersembunyi dihatiku
Untuk sekedar memberimu seikat aroma cinta tulusku

Love You, Damar

Aku membaca kembali surat yang ditulis Damar itu. Rasanya, aku benar-benar tak percaya dengan tulisan yang terukir di sebuah kertas berwarna coklat itu. Warna kesukaanku.

Aku memejamkan mata sejenak. Tuhan… semoga ini kenyataan, bukan mimpi. Kenyataan bahwa pena cinta Damar mengukirkan namaku di hatinya. Bukan Silla, atau siapa pun…
Penulis adalah mahasiswi Universitas Trunojoyo
Kembali Ke Atas Go down
http://radar.newstarforum.com
 
Senandung Puisi Mimpi
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» Senandung teresa Teng

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
 :: Halaman Depan-
Navigasi: