SINTANG-RADAR-Pembangunan gedung DPRD Kabupaten Sintang dikeluhkan warga sekitar. Salah satunya Rumah Makan Rindu Alam yang terpaksa menutup usahanya setelah terkena limbah lumpur bercampur minyak. Selain mengadu ke Ketua DPRD Kabupaten Sintang, warga pun siap menempuh jalur hukum guna
mempertanyakan tanggungjawab kontraktor proyek.
Indikasi ketidakberesan pelaksanaan pembangunan gedung Dewan sudah tergambar sejak awal, yaitu saat proses lelang digelar. Bahkan setelah pembangunan dilaksanakan, persoalan pun makin menyeruak ke permukaan. Pasalnya, kontraktor proyek diduga mengabaikan analisa terhadap dampak lingkungan. Terbukti, akibat lumpur dari tanah gusuran pembangunan gedung rakyat telah mencemari lingkungan sekitar. Kolam ikan milik warga di sekitar gedung Dewan pun mulai keruh. Warga pun sebenarnya sudah mengingatkan kontraktor, tapi dianggap bagai angin lalu saja. Menurut Sumarno, pemilik Rumah Makan Rindu Alam yang terkena limbah proyek, luberan lumpur mulai mencemari kolam miliknya sejak Jumat (4/7) lalu. Lantas dua hari kemudian, ikan yang dipeliharanya dan sekaligus merupakan bahan konsumsi bagi pembeli yang mengunjungi rumah makan bernuansa alam ini ditemukan banyak yang mati. Air di enam kolam ikan miliknya telah berubah warna layaknya air susu.Perubahan itu akibat air kolam telah bercampur dengan lelehan oli dan minyak dari proyek pembangunan gedung DPRD. “Sebelum mereka kerja, kita telah mengingatkan, namun tidak digubris. Mulai keruh sejak Jumat lalu, dua hari kemudian baru kita temui ikan banyak yang mati,” cerita Sumarno yang juga anggota DPRD Sintang itu.
Akibat tindakan ceroboh kontraktor, Sumarno mengalami kerugian yang tidak sedikit. Bukan hanya ikan saja yang mati. Sejak dua hari ini dengan sangat terpaksa dirinya harus menutup rumah makan beromzet rata-rata Rp 500 hingga Rp 600 ribu per hari itu. “Kalau sudah tahu begini, siapa yang mau datang untuk makan atau bersantai lagi. Ikan mana juga yang mau dijual. Orang melihat air kolamnya pasti tidak mau, apalagi mau makan,” kesalnya.
Mencermati kondisi yang menimpanya, Sumarno sudah menyampaikan keluhannya ke Ketua DPRD Kabupaten Sintang Drs Mikael Abeng, MM. Selain itu, pihaknya juga telah bertemu dengan konsultan pembangunan gedung DPRD itu. Namun hingga kini belum ada jawaban yang pasti. Walaupun jelas Sumarno, konsultan sempat mengatakan akan membangun saluran khusus, tapi rencana itu jelas memerlukan biaya dan waktu yang tidak sedikit. “Selaku anggota DPRD masalah ini sudah saya laporkan ke Ketua. Saya juga sudah ketemu sama konsultannnya, tinggal kita tunggu saja bagaimana hasilnya nanti,” tukas Sumarno.
Sumarno memaparkan, keluarga besarnya yang juga menetap disekitar lokasi proyek juga sudah menyarankan agar menempuh jalur hukum. Namun karena dirinya juga masih merupakan bagian dari DPRD Kabupaten Sintang, untuk sementara ia memilih untuk mengurungkan niat tersebut. Walau begitu, pihaknya sudah menyiapkan seorang penasehat hukum dan sudah melakukan pengecekan di lapangan. “Kita masih melihat sejauh mana niat baik dari kontraktor. Jika dalam waktu tertentu tidak juga ada hitam-putihnya, maka satu-satunya jalan ya jalur hukum lah,” tegasnya.
Untuk itu Sumarno mengharapkan kontraktor mempunyai niat baik mencari solusi mengenai dampak dari pembangunan tersebut terhadap usaha keluarganya. “Satu yang kita minta, kontraktor mempunyai niat baik mencarikan solusi mengenai persoalan ini,” pungkasnya. (SrY/Asnan)