HANOI - Radar-Adopsi anak Vietnam oleh keluarga Amerika Serikat (AS) dikhawatirkan menyimpang ke arah jual beli bayi. Paling tidak, indikasi itu muncul dalam laporan yang dirilis Kedutaan Besar (Kedubes) AS untuk Vietnam kemarin (25/4).
Laporan sembilan halaman itu, antara lain, menggambarkan adanya calo (broker) yang keluar masuk desa untuk mendapatkan bayi adopsi. Disebutkan pula adanya rumah sakit yang menjual bayi dengan dalih ibunya tak mampu membayar ongkos rumah sakit. "Saya benar-benar terguncang. Ini kasus terburuk di antara yang terburuk," jelas Jonathan Aloisi dari Kedubes AS di Hanoi.
Adopsi bocah Vietnam oleh keluarga AS memang mencatat boom belakangan. Dalam 18 bulan terakhir, warga AS, termasuk aktris Angelina Jolie, mengadopsi lebih dari 1.200 bocah Vietnam. Tahun lalu, 828 anak Vietnam diadopsi keluarga AS, melonjak 400 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Saat ini, sedikitnya 42 agen adopsi AS beroperasi di Vietnam. Semua ingin mendapatkan anak untuk diadopsi. Tentu persaingan jadi ketat. Sebagian agen adopsi memberikan USD 10 ribu (sekitar Rp 92,4 juta). Ada pula yang mengajak mereka pelesir ke Negeri Paman Sam.
Sebagian lainnya membawa para direktur panti yatim berbelanja ke AS agar aliran bocah adopsi ke mereka lancar.
"Beberapa ASP menyatakan, uang donasi itu diselewengkan para pejabat panti yatim. Ada yang memanfaatkan uang tersebut untuk beli mobil pribadi. Rumah pribadi, perhiasan, bahkan untuk membangun realestat," tulis laporan tersebut.
Aloisi juga memberikan daftar 10 kasus yang dianggap paling menonjol. Salah satunya, seorang nenek menyerahkan cucunya yang masih bayi tanpa persetujuan orang tua si bayi. Peristiwa itu terjadi saat si ibu harus bekerja ke provinsi lain dan menyerahkan perawatan si kecil kepada sang ibu mertua. Saat pulang, si kecil ternyata telah diserahkan untuk diadopsi. "Wanita itu bisa memperoleh kembali bayinya setelah staf Kedubes AS menemukannya dalam proses persetujuan visa," jelas laporan tersebut.
Dalam kasus lain, seorang bayi diambil pihak rumah sakit karena sang ibu tidak mampu membayar biaya rumah sakit senilai USD 750 (Rp 7 juta). Rumah sakit sengaja melonjakkan ongkos dengan dalih si kecil menderita problem kesehatan serius.
"Namun, staf kedutaan menemukan si bocah sehat. Karena itu, kami kembalikan si kecil ke ibunya," tutur Aloisi. Masih menurut laporan yang sama, beberapa panti yatim memaksa ibu-ibu yang baru melahirkan menyerahkan bayi mereka dengan imbalan USD 450 (sekitar Rp 4 juta), setara dengan gaji setahun pada kebanyakan warga di sana.
Vietnam langsung membantah tudingan tersebut. Ia mengatakan, tidak ada kasus penjualan bayi terkait dengan adopsi internasional. "Mereka bisa bilang apa saja. Ini tak ubahnya isu hak asasi manusia (HAM). Pihak AS bilang Vietnam melanggar HAM. Padahal, kami tidak melakukan itu," kata Vu Duc Long, direktur Departemen Adopsi Internasional Vietnam.
Pihak AS, sebaliknya, yakin laporannya benar. "Kami mengumpulkan informasi cukup lama. Kami juga telah memeriksa ratusan kasus. Itu membuat kami yakin laporan kami ini akurat," kata Juru Bicara Kedutaan Besar AS di Vietnam, Angela Aggeler.
Menurut laporan tersebut, penyelewengan, antara lain, berawal dari sistem yang berlaku. Aturan di Vietnam mengharuskan perusahaan jasa adopsi asing menyediakan dana bagi panti asuhan untuk mendapatkan referensi adopsi. Dampaknya, panti berlomba mendapatkan bayi adopsi yang diminta agen adopsi. Sebab, agen adopsi itulah sumber dana utama mereka.
Namun, para agen adopsi rupanya tak sependapat. "Pengalaman kami cukup bagus," kata Susan Cox dari Holt International Children’s Services di Eugene, Oregon. Agen itu beroperasi di Vietnam sejak 1970.
Agen adopsi lain, Families Thru International Adoption yang berpusat di Indiana juga mengungkapkan hal yang kurang lebih senada. "Korupsi bisa terjadi di mana saja. Bergantung kita mau bekerja sama dengan siapa," katanya
Apa pun kata para agen adopsi, Kedubes AS di Hanoi berniat merevisi perjanjian adopsi mereka setelah perjanjian lama berakhir September mendatang. Bila kesepakatan mau diperpanjang, AS berencana mensyaratkan tes DNA.(AP/dia/soe)