Niat mulia saja ternyata tidak cukup. Perlu ada tindakan lain agar niat itu bisa dirasakan sebagai hal yang memang mulia oleh sasaran pemuliaan. Buku Sekolah Elektronik (BSE) misalnya. Siapa pun mengapresiasi niat mulia pemerintah, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang diwujudkan dengan BSE itu. Dengan BSE, salah satu masalah yang menjadikan biaya pendidikan mahal diharapkan bisa terpecahkan.
Persoalannya, BSE menjadi agak melenceng dari niat mulianya lantaran sejak semula tidak didukung instrumen yang efisien untuk mempercepat dan mempermudah akses masyarakat (orang tua murid, murid sendiri, sekolah, dan guru) agar memperoleh BSE dengan benar-benar murah dan mudah.
Akses publik untuk memperoleh BSE melalui website Depdiknas -yang diperkirakan mempermudah dan mempermurah ternyata bukan main memusingkan.
Masalahnya jelas, terang-benderang. Ini yang mungkin tidak diperkirakan. Yakni, kalau lalu lintas di dunia maya digunakan bersama-sama, kepadatan dan kemacetan menjadi tidak terhindarkan. Mustahil satu website Depdiknas yang menyediakan BSE itu bisa diakses oleh puluhan juta orang tua murid, murid, guru, dan sekolah dalam waktu yang bersamaan di seluruh Indonesia. Kalaupun bisa akses, untuk menyentuh alamat BSE di website itu, perlu waktu sangat lama. Itu pun pasti tidak bisa pula men-down load seluruh judul buku paket dalam BSE. Mungkin hanya bisa tiga ata bahkan cuma dua judul. Bahkan, mungkin hanya satu judul. Ketika hanya dapat mengakses satu judul buku pun, bisa jadi isinya tidak lengkap lantaran koneksinya mudah putus.
Sampai di situ saja, BSE tidak bisa lagi disebut buku murah. Kalau untuk mengakses satu judul saja dengan isi belum tentu lengkap karena koneksi mudah putus lantaran harus antre bersama berjuta-juta konektor lain dari seluruh Indonesia memerlukan waktu lama, misalnya lebih satu jam, jelas biaya pulsanya menjadi sangat mahal. Bahkan, bisa jadi, biaya pulsa koneksi internetnya saja sudah sama dengan harga satu judul buku BSE yang kemudian dijualbelikan oleh para penerbit buku swasta.
Pilihan orang tua murid untuk mendapatkan BSE pun kemudian ternyata tidak melalui website Depdiknas yang sulit diakses itu. Para orang tua lebih suka membeli buku di penerbit yang mencetak BSE lantaran harga paketnya memang relatif murah. Namun, mendapatkan buku lewat upaya ini jelas tidak lebih cepat dan tidak lebih mudah. Masalah lain sehubungan dengan BSE yang belum sepenuhnya dapat membuat harga buku menjadi murah ialah kalau niat memurahkan harga buku itu untuk memeratakan dan mengadilkan distribusi BSE, belum semua penduduk Indonesia melek internet. Berinternet ria baru menjadi kebiasaan warga di kota-kota besar. Itu pun, sebagian besar, dikuasai oleh kelompok warga kota yang sudah melek dunia maya. Kelompok menengah ke bawah belum terbiasa. Oleh sebab itu, perlu dipikirkan bersama untuk mengatasi persoalan tersebut agar sesuai dengan niat mulianya. Yakni, membuat paket buku sekolah berharga murah bahkan gratis untuk seluruh rakyat Indonesia. (denmas)