Sanggau-RADAR-Perluasan pemanfaatan hutan lindung untuk kepentingan pertambangan dan perkebunan bagi kegiatan industri semakin berpeluang menghancurkan hubungan sosiologis dan kultural kehidupan manusia. Sehingga, dibutuhkan ketegasan dan perhatian serius dari pemerintah, baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam menjaga kelestarian hutan dengan menimbang kembali PP Nomor 2 Tahun 2008.
Dimana PP ini mengatur tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang berlaku pada departemen kehutanan. Ini menunjukkan peluang penggundulan dan pengambil alihan kawasan hutan semakin besar pula.
Dalam PP tersebut dijelaskan, tarif sewa antara 120-300 per meter2 pertahun untuk hutan produksi. Artinya, PP ini akan meluluhlantakkan ribuan hektare hutan lindung yang dilakukan oleh perusahaan serta berpotensi memuluskan jalan bagi perusahaan tambang dengan hanya membayar Rp.300/m2.
“Kita meminta kepada pemerintah untuk menimbang kembali PP 2/2008 tersebut. Sebab, hal tersebut sangat mengancam kelestarian hutan serta kelangsungan ekosistem nantinya,” kata salah satu warga Sanggau, Helamus Herman kepada RADAR, Kamis (1/5).
Lebih lanjut Herman mengatakan, puluhan bahkan ratusan perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Sanggau ini memiliki peluang untuk memuluskan jalan untuk menanamkan modalnya. Artinya, penderitaan masyarakat Bumi Daranante ini akan semakin panjang dan secara perlahan akan diterpa berbagai persoalan yang kerap kali merugikan masyarakat khususnya para petani ataupun pekerja.
Sementara itu, Ketua Forum Pemuda Bersatu (FPB) Kabupaten Sanggau, Jukaini mengatakan, penyelamatan kawasan khususnya hutan lindung sangat penting mengingat adanya ancaman pemanasan global.
“Kehancuran hutan saat ini telah mengakibatkan dampak yang cukup besar seperti perubahan iklim yang tidak menentu akibat pemanasan global. Hal ini dapat dilihat dari pembangunan ketahanan pangan yang berpotensi menurunkan hasil panen,” ujar Jukaini.
Bukan hanya itu, lanjut Jukaini, perubahan iklim ini juga cenderung meningkatkan kebakaran hutan, kekeringan serta banjir. Hal ini secara otomatis akan berdampak pada ekonomi masyarakat, dimana bencana-bencana alam cenderung menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar.
Apalagi, Jukaini menambahkan, hutan Kalbar khususnya Kabupaten Sanggau memiliki peran penting untuk menyelamatkan dunia dari ancaman pemanasan global. Sebab, Kalbar merupakan kawasan yang cukup banyak terdapat hutan adat. “Untuk itu, kita meminta kepada pemerintah menimbang kembali PP 2/2008 tersebut,” pintanya.
Selain itu, Jukaini juga mengharapkan agar penyelamatan hutan yang dilakukan dengan adanya hukum adat bisa terus dipertahankan. Sehingga, aksi pembabatan hutan serta penguasaan hutan oleh perusahaan dapat dihindari.
“Jangan biarkan hutan kita habis dibabat untuk kepentingan perusahaan, apalagi kebanyakan perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Sanggau masih kurang memperhatikan nasib masyarakat. Sebagai salah satu contoh take over dan pola bagi hasil serta pembagian kapling yang sampai saat ini masih terjadi dan merugikan masyarakat,” tukas Jukaini.
Penyelamatan hutan terhadap dikeluarkannya PP Nomor 2 Tahun 2008 juga bisa dilakukan dengan penggalangan donasi tiap orang untuk menyewa hutan meter persegi selama setahun.