Admin Admin
Jumlah posting : 278 Join date : 25.04.08
| Subyek: Polisi Libatkan Rektorat Wed May 28, 2008 5:52 pm | |
| Amankan Unjuk Rasa Mahasiswa JAKARTA - RADAR - Polisi tak mau disalahkan dua kali dalam menghadapi aksi demo mahasiswa seperti dalam penanganan demo di Kampus Universitas Nasional (Unas) Sabtu (24/5) lalu. Korps baju cokelat itu kini mengubah taktik untuk tidak menghadapi langsung aksi anarkis mahasiswa. Polisi memilih jalan damai dan berdialog dengan pihak rektorat untuk menertibkan anak didiknya. Langkah itu sudah dipraktikkan dalam menghadapi demo di depan Universitas Kristen Indonesia (UKI) Cawang, Jakarta Timur, yang juga diwarnai pelemparan bom molotov. Padahal, demo mahasiswa yang berlangsung sejak pukul 13.00 Senin lalu (26/5) dan diwarnai bakar ban serta blokade Jalan Mayjen Sutoyo, Jakarta Timur, itu lebih berdampak luas bagi masyarakat daripada aksi mahasiswa Unas. Tapi, aksi tersebut berakhir damai siang kemarin. Tak ada pertumpahan darah karena pihak rektorat UKI turun langsung bersama Polrestro Jakarta Timur. "Memang kita mengalihkan Protap (penanganan aksi unjuk rasa, Red) dalam menangani aksi unjuk rasa. Itu karena kita khawatir (kalau pakai Protap lama) kembali bentrok dengan mahasiswa," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol R Abubakar Nataprawira dalam jumpa pers di Mabes Polri kemarin. Polisi menghindari bentrok karena yakin ada skenario besar untuk membenturkan mereka dengan mahasiswa. Jika itu sampai terjadi, bahkan ada nyawa mahasiswa yang melayang seperti pada masa Orde Baru, kondisi keamanan menjadi tidak stabil. Pemerintahan SBY-JK yang tinggal setahun lagi pun bisa terancam. "Pihak tertentu itu benar-benar ingin membenturkan kita dengan mahasiswa," lanjut jenderal bintang dua itu tanpa mau menjelaskan siapa "pihak tertentu" tersebut. Langkah yang sama juga diperlihatkan polisi dalam penanganan aksi unjuk rasa di depan Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama), Jakarta Selatan, sore kemarin. Aksi yang cenderung anarkis dengan pembakaran ban di jalan depan kampus sehingga memacetkan arus lalu lintas ke arah Senayan itu juga direspons dingin oleh polisi. Sementara itu, aksi demonstrasi mahasiswa yang sudah menjurus anarkis mulai meresahkan masyarakat. Karena itu, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo tadi malam memanggil para rektor untuk membahas masalah tersebut. Sebanyak 20 orang rektor dari berbagai perguruan tinggi di ibukota hadir pada pertemuan di Gedung Agung, Balaikota DKI Jakarta, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Rapat yang dimulai pukul 19.45 WIB itu juga dihadiri Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Adang Firman dan jajaran Muspida di jajaran Pemrov DKI Jakarta. Hingga pukul 23.00 WIB ,rapat yang berlangsung tertutup itu masih terus berlangsung. Beberapa perguruan tinggi yang terdaftar dalam daftar hadir rektor adalah UIN Syarif Hidayatullah, Universitas Moestopo (beragama), Uhamka, YAI, dan Universitas Bung Karno. Sedangkan perwakilan Universitas Nasional (Unas) dan UKI yang sedang disorot publik karena aksi mahasiswanya tidak ada dalam daftar hadir. Kendati sudah melunak, polisi tetap memproses 34 tersangka yang ditangkap di Unas Sabtu lalu. Para orang tua mahasiswa -yang yakin anaknya tak bersalah- kemarin mengadu ke Komnas HAM. Mereka meminta komisi tersebut mendesak polisi supaya menangguhkan penahanan anak-anak mereka. "Anak saya tidak salah, kenapa harus ditahan?" ujar Siti Masitoh, orang tua Zaki Arsy, di Komnas HAM. Siti datang bersama 20 orang tua dan wali mahasiswa Unas yang lain. Mereka didampingi advokat publik dari LBH Jakarta dan diterima Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh. Siti mengatakan telah mendengarkan cerita Zaki bahwa anaknya itu tidak ikut-ikutan demo. "Anak saya ke kampus menyelesaikan proposal konser musik," katanya sambil mengacung-acungkan contoh proposal itu. Dia mengaku kecewa kepada polisi yang tutup mata dengan mengenakan status tersangka terhadap Zaki. Bukan hanya soal penangguhan penahanan, soal penganiayaan terhadap mahasiswa oleh polisi juga disuarakan dalam pengaduan yang berlangsung satu jam itu. Misalnya, pengakuan Mustari Soleman, salah satu mahasiswa Unas yang sempat ditangkap polisi. Dia mengatakan bahwa sejumlah polisi meneror dirinya untuk menandatangani berita acara pidana. "Kami dipaksa secara psikis," kata mahasiswa Fakultas Hukum Unas itu sambil memperlihatkan tangan kanan dan dua jarinya yang patah karena dipukuli oknum polisi. Ridha Saleh berjanji akan memproses pengaduan tersebut. Pada saat itu pula, dia meminta agar seluruh bukti yang disodorkan para orang tua dan wali mahasiswa segera diserahkan ke Komnas HAM sebagai bahan pertimbangan. "Beri kami (waktu) dua minggu," katanya. Komnas HAM juga tengah melakukan koordinasi dengan Kompolnas untuk mendapatkan informasi apa yang dimaksud dengan "Protap Pengendalian Massa".
Sikap DPR
Desakan pembebasan mahasiswa yang ditahan juga datang dari Ketua DPR Agung Laksono. "Saya mendesak agar polisi membebaskan para mahasiswa tanpa syarat apa pun," tegasnya. Penahanan terhadap mahasiswa hanya akan memperkeruh keadaan. Kalau pun masih diperlukan sejumlah pemeriksaan, prosesnya harus dipercepat. "Intinya, jangan makin memanaskan suasana," imbuhnya. Dia mendukung langkah Komisi III DPR membentuk panitia kerja (panja). "Sebab, ini memang masalah serius. Keberadaan panja semoga bisa meluruskan fakta-fakta yang ada," lanjutnya. Tak lupa, wakil ketua umum DPP Partai Golkar itu meminta oknum polisi yang main gebuk dalam insiden berdarah di Unas segera diperiksa. "Jangan hanya mahasiswa yang diperiksa," ingatnya. (naz/bay/dyn/kim) | |
|