JAKARTA - RADAR-Enam di antara sembilan operator seluler, yang diperiksa Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), terindikasi kuat terlibat dalam kasus penentuan secara bersama (kartel) tarif pesan pendek atau short message service (SMS). Tapi, KPPU baru akan mengumumkan sanksi setelah mendengarkan pembelaan dari operator tersebut 19 Juni mendatang.
Ketua Majelis KPPU Dedie S. Martadisastra menyatakan, berdasar hasil pemeriksaan lanjutan, tak semua operator telekomunikasi yang diperiksa dinilai terbukti bersalah. ''Dalam pemeriksaan lanjutan, enam operator diindikasikan kuat melakukan kartel SMS,'' ujarnya di Jakarta kemarin (12/6).
Enam operator tersebut adalah PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), PT Exelcomindo Pratama Tbk (XL), PT Bakrie Telecom (Esia), PT Mobile-8 Telecom Tbk (Fren), dan PT Smart Telecom (Smart).
Sebelumnya, KPPU memeriksa sembilan operator terkait dugaan kartel SMS. Dalam kasus ini, diduga terjadi price fixing (pengaturan harga) lewat kesepakatan atau perjanjian penetapan harga ritel layanan SMS oleh sesama anggota ATSI (Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia ). Kasus tersebut diperiksa dengan nomor perkara N 26/KPPU-L/2007.
Tiga operator lain yang juga diperiksa adalah PT Indosat Tbk, PT Hutchison CP Telecomunication, dan PT Natrindo Telepon Seluler. Tetapi, mereka dinyatakan tidak terbukti melanggar ketentuan soal kartel seperti diatur UU 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Menurut Dedie, majelis KPPU punya pendapat berbeda ketimbang saat pemeriksaan awal. Ketika itu semua operator diduga terlibat kartel. Berdasar hasil pemeriksaan anggota KPPU saat itu, semua operator dinyatakan bersalah. ''Pendapat anggota majelis yang menyidangkan kasus bisa saja berbeda dengan hasil pemeriksaan awal,'' katanya.
Dia menyebut praktik kartel dimulai Telkomsel dan PT Excelcomindo Pratama (XL). Lalu, sejumlah operator lain ikut serta dalam perjanjian. Sebenarnya, kata dia, tiga operator yang tidak terbukti melakukan kartel sempat ikut perjanjian. ''Bikin perjanjian, tapi kemudian tidak dilaksanakan,'' tuturnya.
Dedie menjelaskan, sebenarnya dalam perjanjian penetapan harga oleh para operator, ada addendum (perjanjian tambahan) setelah dikritik banyak pihak. ''Tapi, mereka tetap melakukan kartel. Karena itu, enam operator akan dikenai sanksi,'' tegasnya.
Dia merinci sanksi KPPU mengacu pada pasal 47 dan 48 UU 5/1999. Hal ini baru akan diumumkan pada 19 Juni mendatang. ''Sanksinya berupa denda dari Rp 1 miliar hingga Rp 25 miliar,'' kata Dedie.
Besar denda nanti, lanjut dia, bergantung pada pembelaan. KPPU tentu akan memperhitungkan daya tawar operator kecil yang kerap tidak berdaya ketika berhadapan dengan operator besar.
Direktur Komunikasi KPPU Junaedi berharap agar keputusan KPPU nanti bisa menjadi pelajaran bagi semua pelaku usaha agar menjunjung tinggi asas persaingan usaha yang sehat. ''Juga, soal transparansi dalam berusaha. Toh ini demi kepentingan konsumen agar terus bisa menikmati tarif yang terbaik,'' ujar mantan ketua KPPU Wilayah Surabaya tersebut.
Berdasar catatan RADAR, proses perkara tersebut berjalan sejak 2 November 2007 hingga 13 Desember 2007. Jangka waktu itu digunakan untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan dan mengumpulkan bukti. Selanjutnya, pada 14 Desember 2007 hingga 25 Maret 2008 masuk tahap pemeriksaaan lanjutan yang akhirnya diperpanjang hingga 7 Mei 2008.(eri/dwi)