Jakarta - RADAR - Wacana dikotomi sipil-militer, nasionalis-Islam, tua-muda, Jawa-non Jawa mewarnai otak-atik capres-cawapres menjelang Pilpres 2009. Namun Wiranto tak berselera dengan dikotomi semacam itu.
"Capres tidak boleh dikotomi. Tidak boleh ada peraturan-peraturan yang mendahului seleksi. Yang ada peraturan, yaitu perundang-undangan yang mengambil alih sistem seleksinya," kata Wiranto di Jakarta, Sabtu (14/6).
Jadi, lanjut Ketua Umum Partai Hanura kelahiran Yogyakarta 4 April 1947 ini, perundang-undangan, peraturan-peraturan yang dibangun harus memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para calon untuk bisa maju.
"Tapi kalau UU dan peraturan sudah sedemikian banyak diberikan persyaratan-persyaratan. sehingga seakan-akan peraturan itu yang sudah mengambil seleksi, itu salah, tidak demokratis lagi jadinya," ujar Wiranto.
Cara pemilihan yang akurat, sambung dia, harus mengandung unsur-unsur yang bisa memberikan keyakinan publik bahwa pemimpin yang dipilih memang berkualitas.
"Misalnya ada debat para capres secara langsung, tapi tetap dalam rambu-rambu etika yang baik, supaya masyarakat tahu yang dipilih itu siapa dan bagaimana kualitasnya. Sebab negeri ini membutuhkan suatu pemimpin yang benar-benar kelas satu," kata Wiranto.[L3]