Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.



 
IndeksIndeks  PortalPortal  GalleryGallery  Latest imagesLatest images  PencarianPencarian  PendaftaranPendaftaran  LoginLogin  

 

 Perempuan ke Senayan

Go down 
PengirimMessage
Admin
Admin



Jumlah posting : 278
Join date : 25.04.08

Perempuan ke Senayan Empty
PostSubyek: Perempuan ke Senayan   Perempuan ke Senayan EmptySat Aug 30, 2008 12:10 pm

KEBERHASILAN perjuangan, khususnya para perempuan pendekar, perlu diacungi jempol. Bertahun-tahun keterwakilan perempuan dalam pengambil keputusan negara, di Indonesia, belum dapat terwujud. Keterwakilan pada tingkat pengambilan keputusan strategis menjadi sangat penting, karena berbagai masalah khusus perempuan dapat lebih dipahami perempuan. Banyak hal mengenai perempuan yang hanya dapat dirasakan perempuan, karena kekhasan anatomi tubuh berkaitan. Problema menyusui bagi perempuan bekerja perlu disiasati wanita selepas cuti melahirkan. Kesehatan organ reproduksi, kematian sewaktu melahirkan, merupakan masalah yang sangat memprihatinkan. Pengelolaan bantuan pascabencana alam harus pula memperhatikan kebutuhan khas wanita. Beberapa orang teman di Banda Aceh menceritakan betapa sengsara para perempuan yang sedang mengalami haid, sewaktu musibah tsunami menimpa, karena pembalut wanita bukan merupakan barang bantuan yang awal dikirimkan.
Di atas adalah sedikit contoh problema perempuan yang semestinya mendapat perhatian serius, namun masih dapat dikatakan terabaikan. Masalah-masalah ini seyogianya akan lebih dapat diurus bila perempuan ikut serta mengambil keputusan strategis.

Benarkah makhluk lemah?
Pada kajian-kajian budaya, dapat diketahui bahwa sampai saat ini masih dirasakan bahwa tempat perempuan berada di kelas yang lebih rendah daripada laki-laki. Fisik perempuan dijadikan pembenaran pada terbentuknya pandangan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah. Pembagian kerja yang berbeda pada anak perempuan dan anak laki di dalam rumah tangga, ditambah dengan pemastian peran perempuan yang berbeda dengan laki-laki melalui buku-buku pelajaran “Budi ke sekolah, Ibu ke pasar dan Ayah ke kantor” menjadi pembudayaan yang sistematis bahwa perempuan hanya mengerjakan pekerjaan domestik dan berada di kelas yang lebih rendah.
Peran yang diparadigmakan sebagai peran feminin dan peran maskulin, mulai bergeser ke kutub sebaliknya, namun masih dalam domain yang sangat terbatas. Dalam pengambilan keputusan pembelian di rumah tangga, yang semula dilakukan laki-laki, kini bergeser, sejalan dengan berperannya para perempuan sebagai ibu bekerja. Sampai saat ini domain politik masih dirasakan sebagai domain laki-laki oleh sebagian masyarakat.
Profesor Muhammad Yunus, pendiri bank Grameen di Bangladesh, sangat sadar bahwa budaya patriarkat akan menghambat peningkatan kesejahteraan rakyat Bangladesh. Selain itu, Yunus juga sangat sadar bahwa perempuan memiliki jiwa yang kuat untuk membela keluarganya. Sifat perempuan yang halus sering diartikan tidak berdaya. Sesungguhnya para perempuan adalah pembela keluarga dengan segala ketekunan, ketelitian, dan kesungguhannya. Mohammad Yunus berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat Bangladesh melalui pemberdayaan perempuan. Di Indonesia kita memiliki beberapa perempuan yang sangat tangguh. Cut Nyak Dien, di antaranya, menjadi arsitek perang yang pantang menyerah.
Pilihan tidak sekolah bagi perempuan demi saudara laki-laki, karena keterbatasan ekonomi, masih menjadi hal yang dimaklumi. Perempuan adalah konco wingking, teman di belakang, antara lain falsafah yang mencerminkan budaya patriarki.
Selain kondisi fisik, proses kognitif perempuan secara umum berbeda dari laki-laki. Need for cognition dalam pencarian informasi, perasaan yang lebih afektif akan mengarahkan perilaku yang berbeda dengan laki-laki. Ini bagian yang sering disoroti sebagai pembeda yang berarti: perempuan lebih tekun, lebih hati-hati, dan lebih empatif. Jawaban atas pertanyaan di atas menjadi jelas: perempuan bukan makhluk yang lemah. Jika melihat karakteristik perempuan, sudah selayaknya perempuan ikut berperan dalam pengambilan keputusan negara, karena dengan keunggulan perempuan yang khas, bersama laki-laki akan dihasilkan keputusan strategis negara yang lebih baik.

Sudakah diakomodasi?
Pada pelaksanaan Pemilu 2009 yang akan datang, ditetapkan persyaratan partai politik peserta pemilu, antara lain menyertakan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat (Pasal 8 ayat (1) butir d, UU Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008. Ketetapan itu mengandung makna besar bagi perjuangan perempuan melalui partai. Kebijakan, mainstream partai, sudah dapat dipengaruhi oleh pemikiran perempuan. Partai yang kepengurusan pusatnya belum memenuhi sekurang-kurangnya 30% perempuan tidak akan dapat mengikuti Pemilu. Selain itu pada daftar bakal calon harus memuat paling sedikit 30% keterwakilan perempuan (Pasal 53).
Mencermati dua pasal utama yang memuat keterwakilan perempuan, diharapkan perempuan selain akan memengaruhi mainstream partai, juga akan mempengaruhi pembuatan keputusan dalam produk DPR. Probabilitas terpilih juga menjadi lebih pasti dengan adanya Pasal 55 ayat 2 yaitu, “Setiap 3 (tiga) orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 (satu) orang perempuan bakal calon.
Secara tersurat sekilas tampak bahwa perempuan lebih berpeluang menjadi anggota dewan. Namun, secara tersirat akan ada kemungkinan perempuan hanya sampai menjadi bakal calon legislatif atau caleg bukan aleg (anggota legislatif).

Perlu perhatian
Pemenuhan persyaratan Pasal 8 ayat 1 butir d, serta Pasal 53, tidak menjadi suatu hal yang sulit bagi partai. Beberapa harian belakangan ini menyoroti kemungkinan nama kerabat perempuan dimasukkan sekadar memenuhi persyaratan menjadi peserta pemilu. Peluang perempuan berada pada nomor urut 1 dan 2, tapi bukan nomor urut 3, 6, 9 dan seterusnya, adalah kebijakan partai. Selain itu Dapil (daerah pemilihan) juga menjadi hal yang perlu diperhatikan, karena daerah pemilihan merupakan medan perang. Akan sangat berbeda hasilnya bila perempuan ditempatkan di dapil ‘kering’ dibandingkan bila ditempatkan di dapil yang merupakan basis partai. Selain strategi penempatan nomor urut dan daerah pemilihan, “pergantian antarwaktu”, juga perlu diwaspadai karena merupakan kemungkinan perempuan yang sudah menjadi anggota legislatif digantikan oleh laki-laki.
Penulis adalah, Rektor Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta.
Kembali Ke Atas Go down
http://radar.newstarforum.com
 
Perempuan ke Senayan
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» Perempuan, Filsafat, dan Falosentrisme
» Paradoks Perempuan Lajang

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
 :: Artikel-
Navigasi: