Oleh : KH. Uti Konsen.U.M
TERLALU banyak masalah yang mengganggu ketentraman bathin dan kebahagiaan hidup di zaman mutakhir ini. Semakin banyak problema yang tidak menyenangkan menimpa seseorang,kian meningkatlah kekesalan dan kecemasannya dalam hidup. Keadaan kesal, cemas, tertekan, menyebabkan terjadinya penderitaan bathin atau tekanan perasaan, yang oleh orang sekarang disebut sebagai stress, dengan berbagai tingkat dan ukurannya, mulai dari stress ringan sampai kepada stress berat.
Telah lama pakar berbagai disiplin ilmu pengetahuan mencari jalan untuk mengatasi dorongan hawa nafsu durjana, namun usaha mereka dengan ilmu pengetahuan maju dan tekhnologi cangih kurang berhasil. Sebab mereka condong kepada mengabaikan agama, yang menjadi pembimbing dalam hidup.
Betapa besar manfaat dan hikmah puasa dalam bulan Ramadhan bagi menciptakan ketentraman bathin, serta meningkatkan kemampuan menghadapi berbagai dorongan yang tidak mengenal aturan, akhlak pun menjadi baik, serta terbebas dari cengkraman kebiasaan yang kejam.
Satu cerita nyata patut kita angkat kepermukaan untuk dijadikan suri teladan. Seorang lelaki yang tengah dilanda perasaan dukacita, menemui salah seorang sahabat Nabi bernama Abdullah bin Mas’ud, dengan mengtatakan : “Wahai Abdullah, telah lama aku menderita. Makan tidak enak, tidur pun tidak nyenyak. Tolonglah aku”. “Apakah kamu sakit ?”, Tanya Abdullah bin Mas’ud. “ Tidak “, jawab lelaki itu. “ Lantas ? “, Tanya Abdullah melanjutkan. “Tubuhku memang nampak sehat. Tapi sudah sejak lama bathinku menderita”, keluh lelaki itu agak mendesak kepada Abdullah agar segera diberikan jalan keluar cara mengatasinya.
Mendengar keluhan lelaki itu, maka Abdullah bin Mas’ud, laksana seorang dokter yang ahli, langsung memberikan terapi kepada pasiennya dengan berkata : “Kalau demikiaan keadaanmu, maka aku nasehatkan agar kamu melakukan tiga perkara. “Pertama, bahwalah hatimu untuk membaca Al Quran.Kalau engkau belum bisa, cukup dengan mendengarkan, dan simaklah dengan sepenuh hati”. “Kedua, bawalah hatimu untuk mendengarkan tajkirah-tajkirah agama”. “Ketiga, bawalah hatimu untuk berkhalwat di tengah malam sunyi, dan berdialoglah dengan Allah melewati shalat tahajjud “.
Nasehat yang amat berbobot ini ternyata seketika iu juga menyentuh kalbunya. Dalam dadanya terhunjam satu harapan yang menyala. Wajahnya yang semula muram, kini berubah menjadi ceria. Dan terbukti memang setelah ketiga resep itu benar-benar diamalkannya, maka rasa dukacitanya menjadi sirna, berganti dengan gelora optimis yang tinggi menyongsong masa depan yang cemerlang. Sebenarnya resep dari Abdullah bin Mas’ud ini memang teramat mujarab untuk memperoleh ketenangan jiwa bagi siapa saja yang bisa dengan tekun dan ikhlas mengamalkannya. Makanya tidaklah aneh, bila dalam bulan Ramadhan, walaupun fisik kita agak lesu, tapi bathin kita lebih tentram. Kenapa ?. Karena ketiga resep yang amat ampuh itu, sebagian besar dapat kita laksanakan.
Dalam kenyataan terasa sekali, bahwa selama bulan Ramadhan, ibadah ubudiyah kita meningkat. Rangsangan untuk membaca Al Quran menggebu-gebu. Minat untuk menghadiri dan mendengarkan santapan rohani, bertambah kuat. Demikian pula hasrat untuk mengikuti shalat fardhu di Masjid atau Mushalla. Malah setiap malam kita pun tekun menegakkan shalat tarawih dan witir.
Selain itu kesempatan untuk berkumpul dan bercengkerama dengan sesama anggota keluarga lebih banyak. Menjelang berbuka, biasanya seluruh anggota keluarga telah siap menghadapi hidangan yang telah tersedia. Beberapa saat menunggu waktu adzan maghrib tiba, masing-masing mengucapkan kalimah suci, entah zikir, istighfar ataupun doa. Usai berbuka, dilanjutkan dengan salat maghrib.Sementara menunggu shalat Isya, istirahat sejenak sambil mengobrol dengan keluarga.
Kemudian semuanya berbondong-bondong menuju rumah ibadah yang disenangi.
Suasana semarak penuh sesaknya tempat ibadah, selain menimbulkan gairah untuk menegakkan qiyamul lail, juga memberikan kesan keasyikan tersendiri yang tidak dapat diungkapkan dengan bahasa lisan. Apalagi lazimnya beberapa saat sebelum atau sesudah shalat taraweh diselingi dengan tausiah singkat. Benar-benar dalam bulan berkah ini iman kita “dibakar” oleh bulan “pembakar” Ramadhan, sehingga voltasenya naik. Dengan membumbungnya voltase iman kita, maka terasa sedap dan mudah pula kita melakukan berbagai rangkaian ibadah baik yang wajib maupun yang sunnah.
Berkah Ramadhan itu langsung terlukis dan terasa baik dalam diri pribadi, rumah tangga maupun masyarakat. Hubungan dengan Ilahi terasa lebih dekat. Walaupun penghasilan relatif tetap, tetapi terasa berkahnya. Gampang rasanya mengeluarkan sedekah atau memberi sekedar kue pebukaan menjelang berbuka kepada para tetangga atau kaum duafa. Pergaulan dalam rumah tangga dan dengan tetangga terasa harmonis dan akrab.Rangkaian kegiatan rutinitas demikian selain memberikan banyak manfaat menurut kaca mata lahir, juga nilai ibadahnya menempati kedudukan yang amat tinggi di sisi Iahi.Insya Allah . Dan inilah sebenarnya yang kita cari. Bukankah Nabi SAW. pernah bersabda “Hai sekalian manusia , sebar luaskanlah salam, berikan makanan, pererat tali kekeluargaan, salatlah di waktu malam pada waktu orang lain sedang tidur nyenyak , niscaya anda akan masuk sorga dengan aman sejahtera”. “Dengan latihan menjauhkan angan-angan dan khayal yang tidak berguna serta menggantinya dengan zikir dan doa melalui bulan Ramadhan, ternyata ketenangan dan ketentraman hidup dapat diraih dan kesehatan mental terjamin”, demikian antara lain kata Prof.Dr.Zakiyah Darajad dalam bukunya : “Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental”.
Wallahualam.