PEMBERANTASAN korupsi di negeri ini tidak menciptakan budaya malu dan menimbulkan efek jera. Karena itulah, korupsi selalu beranak-pinak dengan modus yang hampir serupa.
Sedikitnya ada dua alasan yang menyebabkan korupsi berkembang biak dengan cepat di segenap level kekuasaan penyelenggaraan negara. Pertama, hukuman terhadap koruptor tidak maksimal, malah cenderung menurun dari tahun ke tahun. Kedua, koruptor tidak mendapatkan sanksi sosial.
Fakta menunjukkan dari 71 perkara korupsi yang ditangani Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada periode 2005 sampai 2008, hakim memberi hukuman penjara rata-rata di bawah 4,5 tahun. Dengan demikian, koruptor mendekam dalam bui paling lama tiga tahun setelah mendapatkan remisi.
Lama hukuman penjara yang dijatuhkan hakim pun cenderung menurun. Dalam kurun waktu 2005-2007 terdapat 59 perkara korupsi yang divonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan rata-rata hukuman 4,4 tahun. Dari 12 perkara korupsi pada 2008, rata-rata lama hukuman hanya 4,32 tahun. Mestinya, koruptor dijatuhi hukuman maksimal. Bila perlu, penjara seumur hidup.
Ringannya hukuman tidak menimbulkan efek jera. Itulah antara lain yang menyebabkan indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia versi Transparency International terus menurun dari tahun ke tahun. IPK pada 2006 mencapai 2,4 lalu menurun menjadi 2,3 pada 2007, alias bertambah buruk.
Penanganan korupsi juga tidak menciptakan budaya malu karena koruptor tidak pernah mendapatkan sanksi sosial. Malah korupsi mengantar si penjahat menjadi terkenal bak selebritas yang muncul di ruang publik dengan senyum mengembang dan badan dibalut pakaian necis.
Tidak itu saja. Setelah selesai menjalani hukuman penjara yang hanya sebentar, koruptor disambut dengan upacara dalam komunitasnya. Hukuman sama sekali tidak membuat koruptor malu untuk hadir di ruang publik.
Atas dasar itulah, prakarsa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memborgol terdakwa koruptor dan memberi pakaian khusus patut didukung sepenuhnya.
Borgol dan pakaian khusus itu bukan semata-mata penting untuk menciptakan budaya malu dan menimbulkan efek jera. Borgol dan seragam tersebut juga dibutuhkan untuk memberikan perlakuan sama di muka hukum. Seorang maling ayam saja diborgol dan mengenakan baju tahanan ketika diproses di kepolisian.
Kita mendesak KPK untuk tidak berlarut dalam wacana. Rencana itu harus segera direalisasikan. Tapi ingat, borgol dan pakaian khusus hanyalah sebuah sandiwara jika tidak diikuti dengan vonis yang berat terhadap koruptor.
Korupsi sesungguhnya sebuah kejahatan kemanusiaan. Sebab koruptor merampas uang negara yang bisa dipakai untuk memberi subsidi kepada warga miskin. Sebagai penjahat kemanusiaan, koruptor memang layak diborgol dan memakai baju khusus. Ini baru iye................(Redaksi)