JAKARTA-RADAR-Cadangan devisa lebih dari US$60 miliar saat ini masih bisa menjadi penyeimbang dalam menjaga rupiah. Namun, Bank Sentral harus bisa lebih cerdik mengingat volatilitas rupiah masih tinggi seiring pergerakan harga minyak dunia.
"Dengan cadangan dolar yang mencapai US$60 miliar Bank Indonesia bisa menjadi modal untuk menjaga rupiah. Akan tetapi, dengan banyaknya dana asing di sana maka bank sentral harus bisa cerdik dan tanggap dalam menghadapi kondisi pasar," ungkap Kepala Ekonom Deutsche Bank Group Norbert Walter kepada wartawan di Jakarta, Rabu (13/
.
Norbert mengingatkan berbeda dengan masa krisis tahun 1997, kurs rupiah saat ini terbilang lebih stabil. Selain itu, kemungkinan eksodus dana asing masih kecil meski kemungkinan itu masih tetap ada. Untuk itu, BI harus bisa lebih tajam dalam menganalisa pasar dari waktu ke waktu.
Lebih jauh, Norbert percaya cadangan devisa Indonesia dalam tahun-tahun kedepan masih bisa bertambah. Pasalnya, kegiatan ekspor khususnya komoditas masih signifikan kontribusinya dalam menyumbang devisa. Alhasil, cadangan saat ini belum menggambarkan kemampuan Indonesia seutuhnya. Meski begitu, BI tetap harus lebih cerdik dalam mengelola cadangannya.
Untuk itu, Norbert mengatakan BI seharusnya tidak menginvestasikan dolar mereka hanya pada obligasi negara. Dengan cadangan sebesar itu, BI bisa menginfestasikan dana di kegiatan investasi pemerintah seperti yang dilakukan Grup Temasek. Sehingga, dana itu bisa lebih berdaya dan memberikan keuntungan yang lebih besar.
"Memang diperlukan cadangan dana yang besar untuk mempengaruhi dolar. Tidak bisa cadangan sebesar itu melakukannya. Tapi saya pikir US$60 miliar bisa menjadi modal yang memadai untuk menjaga stabilitas rupiah," kata Norbert. Sementara itu, ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk Helmi Armand mengungkapkan beberapa hari ini rupiah mengalami fluktuasi terhadap dolar. Setelah sempat menguat di bawah Rp9.100, rupiah sempat terkoreksi hingga hampir menyentuh angka Rp9.250 per dolar. Namun, BI dengan cepat melepaskan dolarnya sehingga rupiah tertahan di Rp9.175/dolar.
"Minggu lalu rupiah terkoreksi menjadi Rp9.175/dolar seiring apresiasi dolar terhadap mata uang utama dunia seperti Yen, Euro, dan dolar Australia. BI terlihat menjual dolarnya ketika rupiah mendekati Rp9.250/dolar. Kami yakin BI tidak akan membiarkan pelemahan rupiah secara drastis terhadap dolar," jelas Helmi.
Sebelumnya,BI mengumumkan untuk pertama kalinya Indonesia membukukan cadangan devisa lebih dari US$60 miliar. Dengan terlewatinya angka psikologis ini, BI yakin cadangan devisa akan semakin tahan terhadap pergerakan devisa yang memang didominasi 'uang panas'. Sehingga, upaya penyetabilan rupiah bisa semakin maksimal. (Toh/OL-2)