Setelah adanya penetapan anggaran pendidikan sebesar 20 persen pada APBN mendatang, apa yang kita harapkan? Putusan itu jelas melegakan setelah tarik ulur serta menjadi polemik berkepanjangan. Paling tidak ada harapan membenahi bolong-bolong dunia pendidikan kita, yang antara lain disebabkan oleh minimnya anggaran. Mutu pendidikan wajib terus diperbaiki jika kita tak mau makin tertinggal dari negara-negara lain. Sumber daya manusia (unggul) membutuhkan proses yang unggul pula melalui kegiatan belajar - mengajar di sekolah. Banyak mata rantai yang menentukan, mulai dari gedung, guru, hingga sarana prasarana. Namun hingga kini masih banyak ironi yang terjadi. Yang paling menonjol tentulah permasalahan sarana. Begitu banyak gedung sekolah yang tidak layak. Di berbagai daerah dilaporkan banyak ruang kelas rusak dan mengancam keselamatan para siswa . Ada yang atapnya nyaris runtuh, dinding ambrol, dan lantai sering kebanjiran. Bisa dibayangkan, bagaimana proses transfer ilmu pengetahuan untuk membangun SDM bermutu berlangsung dalam keadaan demikian? Walaupun amat gencar diberitakan melalui media massa, kita melihat tanggapan instansi dan pihak yang berwenang masih bersifat formal. Misalnya lewat ucapan ’’akan kami perhatikan’’, ’’dana rehabilitasi menunggu pusat’’, atau ’’kami usulkan pada anggaran mendatang’’. Betapa tanggapan semacam itu menunjukkan kepedulian yang setengah hati, bahkan sama sekali tidak ada. Seolah-olah gedung sekolah rusak adalah hal biasa, bukan sesuatu yang cukup penting untuk segera dicarikan jalan keluar. Tetapi yang terjadi justru hal-hal sebaliknya. Beberapa pejabat yang berwewenang di bidang pendidikan tersangkut kasus korupsi. Orang-orang yang bergelut di dunia pendidikan sendiri silap oleh uang, sehingga sengaja membebalkan hati nurani demi kepentingan pribadi. Tak salah jika kita menyebut mereka sebagai pengkhianat dunia pendidikan. Banyak yang harus dilakukan dalam mengelola pendidikan, agar mampu menghasilkan SDM bermutu atau unggul . Mulai penyediaan sarana-prasarana hingga guru. Persoalan yang hingga kini masih belum terselesaikan adalah selalu muncul keluhan kekurangan tenaga guru. Di sisi lain begitu banyak guru tidak tetap sering disebut pula sebagai guru bantu atau wiyata bakti yang belum terperhatikan . Bahkan tidak sedikit di kota guru yang ngluyur, mejeng di mall pada saat jam belajar. Belum lagi masalah sertifikasi serta tunjangan profesi yang belum dinikmati sebagian di antara para guru yang telah memegang sertifikat.Sembari menunggu realisasi anggaran 20% pada APBN tahun depan, sejak sekarang kita mesti mempersiapkan diri. Termasuk diantaraya menghilangkan ironi-ironi di sekitar dunia pendidikan. Kepala daerah diminta serius menangani sektor pendidikan di wilayahnya. Ke depan tak lagi muncul kasus-kasus korupsi yang memalukan itu, baik menyangkut dana rehabilitasi maupun pengadaan buku ajar tidak akan terjadi lagi. Anggaran pendidikan harus menjadi salah satu prioritas. Jangan lagi ada anggaran pendidikan untuk pengadaan mobil dinas atau studi banding pejabat dengan menggadaikan anggaran sektor pendidikan. (Redaksi).