Ketetapan pemerintah untuk standarisasi kelulusan Ujian Akhir Nasional (UAN) tahun 2007-2008 yang mengharuskan nilai minimal 5,00 untuk masing-masing mata pelajaran yang diujuikan diprediksikan bakal semakin menyulitkan para siswa yang telah mengikuti ujian akhir tahun ini. Bagaimana tidak, karena UAN tahun 2006-2007 lalu yang standart nilai kelulusannya hanya 4,25 saja banyak siswa yang tidak lulus. Oleh karena itu wajar, jika seorang siswa yang akan mengikuti UAN rela mengikuti bimbingan belajar dengan biaya yang sangat mahal sekalipun asal bisa lulus. Kekhawatiran akan kegagalan bukan hanya melanda para siswa, tetapi juga dialami oleh para orang tua, bahkan oleh para guru yang sangat khawatir akan anak didiknya, yang kemungkinan saja bisa gagal dalam mengikuti ujian akhir nasional. Ironisnya, langkah pemerintah dalam rangka mencerdaskan generasi bangsa ini tidak dibarengi dengan fasilitas pendidikan yang memadai, sehingga implementasi undang-undang pendidikan tahun 2003 tidak dapat berjalan mulus, bahkan malah menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak yang berakibat akan timbulnya kecurangan-kecurangan dimana-mana. Anehnya kecurangan tidak lagi dilakukan oleh seorang siswa untuk bisa lulus, tapi kwecurangan kerap juga dilakukan oleh para pendidik demi untuk menjaga nama baik sekolah. Dari mulai memperlambat waktu sampai dengan membocorkan lembar jawaban. Seperti yang terjadi di Medan dan Sulawesi Selatan, saat berlangsung ujian nasional pekan lalu. Fenomena ini menggambarkan potret buran lembaga pendidikan di negeri tersinta ini, telah sampai pada titik yang memprihatinkan. Tanggapan pro dan kontra muncul dalam menanggapi seputar UAN. Tim Pengawas Independen berpendapat bahwa seharusnya pemerintah lebih bijak dalam menentukan standar kelulusan yang mestinya harus dibarengi dengan perbaikan fasilitas pendidikan di berbagai daerah. Sebab bagaiomana mungkin seorang siswa di daerah pedalaman yang masih sangat minim akan fasilitas pendidikannya harus disamakan dengan seorang siswa di sekolah dari kota besar yang telah didukung dengan fasilitas pendidikan yang serba ada. Yang jelas sangatlah tidak adil jika nasib seorang siswa yang tel;ah menempuh pendidikan selama tiga tahun di bangku SMA/SMK hanya ditentukan nasibnya hanya dalam tempo tiga hari, apalagi kalau harus gagal karena tidak dapat mencapai standar nilai yang telah ditentukan. Menyikapi segala persoalan yang timbul dalam pelaksanaan UAN 2007-2008 yang baru lalu, Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Soedibyo akan memberikan sangsi yang tegas bagi para pelaku pelanggaran dalam pelaksanaan UAN. Namun berbagai kalangan tetap berharap kepada pak menteri Bambang Soedibyo, yang nota bene juga seorang pendidikan, maka segala kebijaksanaan yang diambil seyogyanya haruis tetap untuk mendidik. Semoga.(Redaksi)