Semua Ruang DPR Bisa Digeledah
* Tak Terbatas Ruangan Al Amin
JAKARTA - Radar - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menggeledah seluruh ruangan di Gedung DPR. Hal ini bisa dilakukan jika diperlukan dalam kepentingan penyidikan.
Menurut pengamat hukum Irsan Putra Sidin, hal tersebut termasuk diskresi terkait kebutuhan pengumpulan alat bukti yang dibutuhkan KPK. ”Asal izin dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tidak terbatas pada ruang Al Amin Nur Nasution,” ujarnya saat dihubungi Suara Merdeka, Minggu (27/4).
Dia menegaskan, gedung DPR merupakan yurisdiksi dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tunduk di bawah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Dalam UU tersebut, izin penggeledahan hanya diberikan oleh pengadilan dan tidak perlu oleh pimpinan DPR. ”Penggeledahan kan bukan di Gedung DPR negara tetangga,” ujarnya sambil tertawa.
Terkait izin yang dipersoalkan pimpinan DPR beberapa waktu lalu, menurutnya, bukan disebabkan akibat ketidakpahaman DPR terhadap peraturan perundangan. ”Mereka (DPR) kok yang membuat UU, jadi mereka sangat paham Undang-Undang,” tegasnya.
Namun, tambahnya, hal ini lebih disebabkan faktor kekuasaan yang cenderung tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi.
Sebelumnya, juru bicara KPK Johan Budi SP memastikan, pihaknya akan menggeledah ruang kerja anggota Komisi IV DPR, Al Amin Nur Nasution hari ini (28/4). ”Rencananya Senin penggeledahan akan dilakukan,” ujarnya.
Saat ditanya jam berapa penggeledahan akan dilakukan, dia mengatakan hal tersebut masih tentatif tergantung keadaan. Dia pun belum dapat memastikan, apakah surat izin penggeledahan dari Pengadilan Tipikor hanya ruangan Al Amin atau Gedung DPR secara umum. ”Saya masih di Palembang, jadi belum mengetahui,” ujarnya.
Klarifikasi
Anggota Komisi III (Bidang Hukum) DPR Ahmad Fauzi menegaskan, dirinya tidak mengusulkan agar dilakukan pembubaran terhadap KPK, tetapi hanya mengingatkan lembaga tersebut agar tidak ”kebablasan”.
”Sebenarnya saya tidak mengusulkan pembubaran KPK. Pernyataan saya dikutip sepotong-sepotong sehingga lepas dari konteksnya. Lagi pula, apalah artinya saya ini, kok mau membubarkan KPK? Yang benar adalah, saya mengingatkan KPK agar tidak 'kebablasan'. Sebelum melakukan penggeledahan, KPK harus menempuh prosedur yang berlaku di DPR,” katanya di Jakarta, Minggu (27/4).
Hal itu diungkapkan berkaitan dengan informasi yang berkembang di media massa bahwa Ahmad Fauzi mengusulkan pembubaran KPK menyusul upaya lembaga itu menggeledah ruang kerja anggota DPR Al Amin Nur Nasution.
Pimpinan DPR akhirnya mengizinkan KPK menggeledah ruang kerja tersangka kasus dugaan suap alih fungsi hutan lindung di Bintan (Kepulauan Riau) itu pada Senin (28/4).
Achmad Fauzi mengingatkan, penggeledahan tetap perlu disesuaikan dengan KUHAP. ”Jadi ada tata-kramanya. Ibarat mau masuk rumah orang, harus kulanuwun dulu. Dengan kata lain, jangan sampai niat KPK menegakkan hukum justru dilakukan dengan cara melanggar hukum,” katanya.
Jika prosedur yang digariskan DPR serta ketentuan dalam KUHAP dipenuhi KPK, pihaknya tidak mempermasalahkan. ”Hanya saja, kalau memang ada yang mengusulkan KPK dibubarkan, saya kira patut dipertimbangkan. Kalau tidak dibubarkan, paling tidak dikoreksi,” katanya.
Keberadaan KPK yang sangat kuat, bahkan terkesan sebagai ”superbody”, bisa tidak terukur dalam bekerja. Bahkan bisa tak terkendali. ”Siapa yang bisa mengontrol KPK? KPK bisa tergelincir ke dalam abuse of power (penyalahgunaan wewenang-Red).
” Karena superbody, kata dia, KPK bisa mengabaikan hukum acara, bahkan mengebiri KUHAP. Sebab lembaga itu tidak bisa mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dan penangguhan penahanan tersangka. ”Ini bisa melanggar HAM dan asas praduga tak bersalah, karena siapa pun yang diperiksa KPK sebagai tersangka pasti bersalah dan masuk penjara,” katanya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Patrialis Akbar, menandaskan, upaya pemberantasan korupsi oleh KPK harus didukung penuh. Namun sebaiknya petugasnya ketok pintu dulu jika mau menggeledah agar dipersilakan masuk.
”Saya perlu tandaskan sekali lagi bahwa upaya pemberantasan korupsi oleh KPK harus didukung penuh oleh semua penyelenggara negara, termasuk DPR,” tegas dia.
Jika KPK memerlukan data lebih jauh tentang suatu kasus yang sedang ditangani, dan kemungkinan terlibatnya pihak lain dengan cara menggeledah, menurutnya, tidak boleh dihalang-halangi.
”Namun, dalam rangka saling menghormati sesama lembaga negara, seyogianya (petugas) KPK ketok pintu dulu, agar dipersilakan masuk,” katanya.
Sementara Jaksa Agung Hendarman Supandji tidak mau berkomentar soal wacana pembubaran KPK. ”Saya kan tidak komentar. Sekarang saya sedang berupaya membangun kepercayaan,” jelas Hendarman, di sela-sela jalan sehat dalam rangka peringatan hari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Lapangan Silang Monas, Minggu (27/4)
Saat ini, lanjut dia, Kejagung terus berbenah diri dalam upaya mencari figur yang memiliki dedikasi tinggi dalam memberantas korupsi.(J13,J21,ant,dtc-62)